Saya dan orang tua berkesempatan untuk pergi berziarah ke Tanah Suci yaitu Yerusalem dan sekitar di tahun 2010. Tidak seperti ziarah tanah suci biasa, kami hanya pergi bertiga tanpa travel agent. Sebenarnya beberapa tahun sebelumnya saat saya SMP, orang tua saya pernah pergi berdua ke Israel tanpa travel juga sehingga kesempatan kali ini dirasa lebih mudah.

Pemerintah Israel memang sudah melarang pemegang passport Indonesia untuk masuk Isreal per 9 Juni 2018, namun pada tahun 2010 walaupun tidak ada hubungan diplomatik antara Indonesia-Israel, peziarah tetap bisa masuk ke Israel dengan mengajukan visa melakui travel agent dengan tujuan Ziarah. Jadi walaupun kami tidak secara langsung ikut travel, tapi saat pengajuan visa kami “nebeng” travel agent.

Di tahun 2010 itu saya sedang kuliah S2 di Inggris dan memang orang tua saya sudah berencana berlibur ke Inggris dan dilanjutkan ke Israel. Karena saya jauh dari mereka maka persiapan visa dan dokumen lain sudah diurus oleh orang tua saya di Jakarta. Jadi dari Inggris saya tidak perlu mengurus apapun lagi.

Banyak hal menarik dalam perjalanan ini namun ada 7 hal yang tidak terlupakan.

1. Koper Hilang

Kami pergi menuju Tel Aviv melalui Swiss. Ternyata koper saya dan ibu tidak ada. Entah hilang terbawa penerbangan kemana. Kami akhirnya lapor dan meminta saat koper ditemukan segera dikirim ke hotel. Ternyata…sampai akhir perjalanan, koper tidak ditemukan juga. Sampai beberapa minggu kemudian kami mendapat telepon dari maskapai bahwa koper ditemukan dan akan dikirimkan langsung ke rumah di Jakarta. At least, tidak hilang. Tapi ini artinya selama di Israel, saya dan ibu menggunakan baju yang itu-itu saja.

2. Kemanapun Pakai Mobil Sewaan

Mobil yang menemani kami di tanah suci

Sampai di Israel, kami langsung menyewa mobil dan pergi kemana-mana dengan dibantu peta saja. Untungnya dibandingkan beberapa tahun sebelumnya, petunjuk jalan sudah banyak yang menggunakan huruf latin sehingga kami tidak begitu kesulitan untuk mencari jalan. Kalau saat ibu bapak saya pergi pertama kali, petunjuk masih banyak dengan tulisan hebrew sehingga mereka sampai harus menanyakan kepada penduduk sekitar saat mencari lokasi. Pernah ada yang berbaik hati mengantarkan dengan sepeda motor dan orang tua saya mengikuti di belakang, ada juga anak kecil yang sampai ikut mobil orang tua saya untuk menunjukkan jalan. Pada dasarnya asal mau bertanya gak akan nyasar deh disana.

3. Kesasar di Tembok Ratapan

Berfoto di depan Tembok Ratapan

Saya dan Ibu berencana untuk mengunjungi Tembok Ratapan (Wailing Wall) yang terletak di dalam kota tua Yerusalem tetapi karena Bapak ingin melihat tempat lain terlebih dahulu, akhirnya saya dan Ibu berjalan berdua dengan bekal GPS di handphone. Sayangnya, ternyata GSP kurang menunjukkan lokasi yang tepat karena memang area tersebut banyak gang kecil yang cukup membingungkan.  Kami akhirnya tersesat di sebuah gang kecil dan gelap. Di kanan kiri kami ada beberapa orang yang sedang berdiri dan ngobrol. Namun karena kami tidak bisa bahasa setempat, beberapa orang yang kami tanya kurang mengerti dengan apa yang kami tanyakan.

Tiba-tiba ada seorang lelaki yang menawarkan diri untuk mengantarkan kami karena menurut dia lokasinya dekat. Karena memang saya dan Ibu cukup putus asa, kami setuju. Orang tersebut mengajak kami jalan keluar masuk gang kecil dan gelap lainnya, naik dan turun bangunan. Kami dibawa semakin dalam di area tersebut. Jujur, saya dan Ibu sangat ketakutan karena kami bingung apakah orang ini benar ingin membantu atau jangan-jangan hanya akan minta uang saja. Karena kalau berdasarkan peta, seharusnya kami tempat kami tersesat pertama tidak jauh dari Tembok Ratapan.

Contoh jalan sempit yang harus dilewati

Cukup lama kami dibawa jalan. Lalu orang itu berkata “saya bukan orang Yahudi jadi saya tidak bisa masuk area Tembok Ratapan. Saya antar sampai luar saja”. Tidak lama kemudian kami dibawa ke bangunan tinggi dan akhirnya kami bisa melihat tembok tersebut. Seperti yang kami takutkan sebelumnya, orang itu memaksa kami untuk memberikan uang. Untungnya cash yang ada di dompet ibu saya hanya pecahan kecil saja. Akhirnya kami berikan saja yang ada di dompet ibu (lupa berapa besarnya).

4. Pemeriksaan di Dekat Perbatasan

Saat kami sedang dalam perjalan menuju Danau Galilea, kami melewati daerah yang berbatasan langsung dengan Yordania. Tiba-tiba mobil kami diberhentikan oleh tentara, dibawa ke kantor mereka lalu kami diminta keluar dari mobil dan mengeluarkan semua barang yang ada di dalam mobil. Karena hal ini pertama kali terjadi, kami cukup kebingungan. Semua barang diminta untuk dibawa ke dalam ruangan dan diperiksa. Saat itu hanya ada kami bertiga dan para tentara Israel.

Setelah diperiksa semua barang dan dokumen, kami dipersilahkan melanjutkan perjalanan kami. Sudah itu saja tapi cukup membuat kami deg-degan.

5. Kebab Terenak

Malah lupa foto Kebab karena ludes disantap

Kami kelaparan setelah mengunjungi Gunung Tabor dan karena lokasi yang cukup jauh dari kota, kami memutuskan untuk berhenti di tempat makan terdekat yang kami lihat. Sebuah restauran tenda yang sepi. Kami memesan kebab untuk bertiga dan sama sekali tidak berharap bahwa makanan disitu enak karena memang pelanggannya hanya kami saja.

Ternyata! ENAK SEKALI! Bisa dikatakan ini adalah kebab paling enak yang pernah saya makan. Tapi bisa saja itu karena kami terlalu kelaparan ya.

6. Merayakan Ulang Tahun Bapak

Merayakan ulang tahun Bapak ke 60

Salah satu alasan kami ke tanah suci di bulan Oktober 2010 adalah untuk merayakan ulang tahun Bapak yang ke 60. Kami merayakan ulang tahun sambil dinner di hotel di Tel Aviv bertepatan dengan hari sabat sehingga kami bisa melihat ritual orang Yahudi saat makan bersama di hari Sabat.

7. Misa Pagi Di Golgota

Tempat Misa di Golgota

Salah satu hal yang paling melekat di benak sampai saat ini adalah bisa misa pagi di Church of Holy Sepulchre (Gereja Makam Kudus), tepatnya di bagian atas tepat di sebelah Salib Yesus pernah berdiri. Kami datang sekitar jam 6 pagi karena Misa mulai jam 6.30 pagi dengan Bahasa Latin.

Suasana di depan Gereja biasanya seramai ini

Suasana di luar Gereja masih sepi sekali belum ada yang berjualan. Di dalam Gereja pun sangat hening. Saat itulah saya benar-benar merasakan indahnya perjalanan ke tanah suci. Sepanjang misa saya berusaha menahan air mata haru karena diberikan kesempatan untuk Misa di tempat Yesus disalibkan. Lokasi dimana kepercayaan yang saya anut dimulai.

Disinilah saya semakin yakin dengan iman saya akan Yesus Kristus.

Bahkan beberapa bulan setelahnya, setiap saya Misa hari Minggu sering kali saya harus menahan air mata karena teringat moment misa di Golgota ini.

 

Perjalanan di tanah suci ini merupakan perjalanan yang sangat berkesan bagi saya karena bisa melihat langsung lokasi yang selama ini hanya dapat kita baca di Alkitab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes:

<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

%d bloggers like this: